Oleh: sanginspirasi | 7 November 2022

KOMPILASI TULISAN TENTANG SHALAT GERHANA(SALAT KHUSUF)


Gerhana bulan merupakan salah satu dari fenomena alam terkait peredaran benda-benda langit. Islam mengajarkan bahwa Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan adalah peristiwa astronomi yang merupakan tanda-tanda kebesaran Allah, tidak berkaitan dengan nasib buruk seseorang atau suatu negara.

Anjuran Pelaksanaan Shalat Khusuf (Sholat Gerhana Bulan)

  1. Anjuran Dirjen Bimas Islam Kementrian Agama Republik Indonesia Prof Kamaruddin Amin

Gerhana Bulan atau khusuful qamar diprediksi akan kembali terjadi pada 8 November 2022. Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin menjelaskan bahwa berdasarkan data astronomis, Gerhana Bulan Total (GBT) akan terjadi di seluruh wilayah Indonesia.

“Insya Allah, pada 8 November 2022, akan terjadi Gerhana Bulan Total di seluruh wilayah Indonesia,” terang Kamaruddin Amin di Jakarta, Jumat (4/11/2022).

Menurutnya, Gerhana Bulan Total di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Bengkulu dapat dilihat pada kontak Umbra 3 (U3) pukul 18:42 WIB. Sementara masyarakat di Riau, Jambi, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Kalimantan Barat, dapat melihat GBT pada waktu puncak gerhana, yakni 17:59 WIB.

Untuk wilayah Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, GBT dapat dilihat pada kontak Umbra 2 (U2) pukul 17:16 WIB/18:16 WITA/19:16 WIT. 

“Masyarakat Papua dan Papua Barat dapat melihat Gerhana Bulan Total pada kontak Umbra 1 (U1) pukul 18:08 WIT,” jelasnya.

Kamaruddin Amin mengajak umat Islam untuk melaksanakan Salat Gerhana atau Salat Khusuf. Ditjen Bimas Islam telah menerbitkan seruan kepada para Kepala Kanwil Kemenag agar menginstruksikan Kepala Bidang Urusan Agama Islam/Kepala Bidang Bimas Islam/Pembimbing Syariah, Kepala Kemenag Kabupaten/Kota, dan Kepala KUA untuk bersama para ulama, pimpinan ormas Islam, imam masjid, aparatur pemerintah daerah dan masyarakat untuk melaksanakan Shalat Gerhana Bulan di wilayahnya masing-masing.

“Pelaksanaan shalat gerhana disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerahnya masing-masing,” katanya.

“Kami juga mengimbau masyarakat memperbanyak zikir, istighfar, sedekah dan amal saleh lainnya, serta mendoakan kesejahteraan dan kemajuan bangsa,” sambungnya.

Sumber : https://kemenag.go.id/read/gerhana-bulan-diprediksi-terjadi-8-november-kemenag-ajak-umat-salat-khusuf-l13lm

  • Maklumat Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan pada hari Selasa, 13 Rabiulawal 1444 H bertepatan dengan 8 November 2022 M, seluruh wilayah Indonesia akan mengalami gerhana bulan total, dengan rincian waktunya sebagai berikut:

1. Gerhana Penumbral mulai pukul 15:02 WIB | 16:02 WITA | 17:02 WIT

2. Gerhana Sebagian mulai pukul 16:09 WIB | 17:09 WITA | 18:09 WIT

3. Gerhana Total mulai pukul 17:17 WIB | 18:17 WITA | 19:17 WIT

4. Puncak Gerhana pukul 17:59 WIB | 18:59 WITA | 19:59 WIT

5. Gerhana Total berakhir pukul 18:42 WIB | 19:42 WITA | 20:42 WIT

6. Gerhana Sebagian berakhir pukul 19:49 WIB | 20:49 WITA | 21:49 WIT

7. Gerhana Penumbral berakhir pukul 20:56 WIB | 21:56 WITA | 22:56 WIT

Sehubungan dengan hal tersebut Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengimbau pimpinan dan warga Muhammadiyah untuk melaksanakan ibadah salat gerhana bulan (salat khusuf) serta melakukan pengamatan gerhana bulan.

Mengingat pandemi Covid-19 belum berakhir, maka seluruh kegiatan hendaknya dilaksanakan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Sumber : https://suaramuhammadiyah.id/2022/11/01/gerhana-bulan-total-akan-terjadi-pada-8-november-2022-berikut-maklumat-majelis-tarjih/

==

Pesan Berharga dari Shalat Gerhana

Menurut Muhammad Abduh Tuasikal, Ada beberapa pesan berharga dari shalat gerhana, diantaranya adalah :

  1.  Gerhana mengingatkan akan ayat tanda kuasa Allah, bukan fenomena alam semesta

Oleh karenanya dalam khutbah shalat gerhana Nabi disebutkan,

إن الشَّمس و القَمَر آيتانِ مِنْ آيَاتِ الله

”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah.”
(HR. Bukhari, no. 1044)

  • Karena itu ayat Allah, tujuannya adalah untuk menakut-nakuti

Bahkan hal semacam ini dirasakan oleh orang di masa silam. Sampai ketika gerhana itu terjadi ada yang punya keyakinan harus bunyikan kentongan atau ibu hamil harus masuk dalam kolong tempat tidur. Walau sebenarnya yang dilakukan itu keliru. Namun sudah menunjukkan bahwa mereka benar-benar takut. Beda dengan orang saat ini yang menjadikannya sebagai euforia dan hiburan.

Padahal dalam ayat disebutkan,

وَمَا نُرْسِلُ بِالْآَيَاتِ إِلا تَخْوِيفًا

Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.” (QS. Al-Isra’: 59)

Dalam hadits disebutkan Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَكْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا مِنْ آيَاتِ اللَّهِ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِمَا عِبَادَهُ

Sesungguhnya ketika tertutup cahaya matahari dan bulan (gerhana) bukanlah sebab karena ada yang mati atau karena ada yang hidup, namun itu adalah tanda kuasa Allah untuk menakut-nakuti hamba-Nya dengan terjadi gerhana tersebut.” (HR. Muslim, no. 901)

  • Amalan kebaikan mesti disegerakan

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ

Jika kalian melihat gerhana tersebut (matahari atau bulan) , maka bersegeralah untuk melaksanakan shalat.” (HR. Bukhari, no. 1046)

Juga diperintahkan untuk perbanyak do’a, bertakbir, dan memperbanyak sedekah,

فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Jika melihat gerhana maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari, no. 1044)

Dalam riwayat lain dari Abu Musa disebutkan untuk memperbanyak istighfar pula,

فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ

Jika kalian melihat gerhana itu terjadi, maka segeralah untuk berdzikir, memperbanyak do’a dan beristighfar.” (HR. Bukhari, no. 1059; Muslim, no. 912)

Dan untuk amalan lain kita diperintahkan bersegera. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

Bersegeralah melakukan amalan sholih sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia.” (HR. Muslim, no. 118).

  • Perbanyak amal selama masih ada waktu

Kalau shalat gerhana telah selesai padahal peristiwa gerhana belum selesai, kita diperintahkan untuk memperbanyak amalan lainnya.

Dalam hadits disebutkan,

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِىَ

Jika kalian melihat gerhana itu terjadi, maka berdo’alah pada Allah dan lakukanlah shalat hingga gerhana itu selesai.” (HR. Bukhari, no. 1060; Muslim, no. 915)

Kalau pun shalat gerhana telah selesai dilaksanakan sedangkan gerhana masih terjadi, maka tetap diperintahkan untuk memperbanyak istighfar, dzikir, takbir, do’a dan sedekah.

Imam Nawawi rahimahullah berkata,

“Kalau salam dari shalat kusuf (shalat gerhana), sedangkan gerhana masih berlangsung, apakah shalat kusuf diulangi lagi? Ada dua pendapat dalam masalah ini. Ada pendapat ulama Syafi’iyah yang menyarankan untuk ditambah jumlah ruku’. Namun yang paling tepat adalah tidak ada penambahan dan pengurangan dari shalat gerhana yang ditetapkan. Begitu pula tidak ada shalat yang berikutnya. ” (Al-Majmu’: 5: 54)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Fatawanya menyebutkan,

“Pendapat yang masyhur, shalat kusuf tidaklah diulangi. Akan tetapi, imam hendaklah memperhatikan selama gerhana terjadi, jadikan shalat selama waktu terjadinya gerhana tersebut. Jika gerhana hanya berlangsung singkat, maka shalatlah singkat. Biasanya pula ada info tentang lamanya gerhana (dari pakar astronomi, pen.), kalau gerhana terjadi pada jam sekian sampai jam sekian, maka imam hendaklah memperhatikannya. Namun jika shalat itu selesai sebelum gerhana itu berakhir, maka sibukkanlah diri dengan memperbanyak do’a dan dzikir hingga gerhana berakhir.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Ibnu ‘Utsaimin, 16: 322)

  • Gerhana itu ada yang mengatur

Gerhana Matahari terjadi ketika posisi bulan terletak di antara Bumi dan Matahari sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Matahari. Walaupun Bulan lebih kecil, bayangan Bulan mampu melindungi cahaya Matahari sepenuhnya karena Bulan yang berjarak rata-rata jarak 384.400 kilometer dari Bumi lebih dekat dibandingkan Matahari yang mempunyai jarak rata-rata 149.680.000 kilometer.

Siapa yang mengatur gerhana itu sampai bisa terjadi?

Tentu saja, Allah Rabbul ‘Alamin.

Dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Abul Fida’ Ibnu Katsir rahimahullah ketika menguraikan penjelasan ayat ‘Alhamdulillah Rabbil ‘Alamin’ dalam surat Al-Fatihah (ayat kedua) dijelaskan yang inti sarinya sebagai berikut.

Rabb adalah Al-Malik Al-Mutasharrif, Yang Maha Merajai dan Yang Maha Mengatur. Dalam bahasa Arab, Rabb bermakna sayyid. Juga bermakna pengatur yang mengatur dengan baik. Semua makna tadi benar jika disandarkan pada Allah Ta’ala.

‘Alamin adalah bentuk plural dari kata ‘alam. Maksud ‘alam terdapat beberapa tafsiran dari para ulama.

Ada yang mengartikan ‘alam dengan jin dan manusia. Berarti, Allah adalah Rabb jin dan manusia. Hal ini seperti disebutkan oleh seorang ulama yang bernama Abul ‘Aliyah.

Ada pula yang mengartikan ‘alamin dengan semua yang diciptakan oleh Allah di langit dan bumi, seperti yang disebutkan oleh Az-Zujaj. Al-Qurthubi menyatakan bahwa inilah makna yang paling lengkap dan mencakup semua.

Pelajarannya …

‘Alam itu berasal dari kata al-‘alamah yang berarti tanda. Maksudnya, ‘alam yang ada menunjukkan bahwa ada yang mencipta.

Terjadinya gerhana pun demikian adanya. Ada yang mengatur, yaitu Allah, Rabbul ‘alamin, Rabb semesta alam.

Jangan kita jadi seperti Fir’aun yang jadi penentang Tuhan bahkan menihilkan adanya pencipta dan pengatur.

Lihat apa yang ditanyakan Fir’aun dan dijawab oleh Nabi Musa ‘alaihis salam …

قَالَ فِرْعَوْنُ وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ

Fir’aun bertanya: “Siapa Rabb semesta alam itu?”

قَالَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِن كُنتُم مُّوقِنِينَ

Musa menjawab: “Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya”. (QS. Asy-Syu’ara’: 23-24)

  • Menghilangkan keyakinan keliru

Karena ketika gerhana matahari terjadi di masa Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau ingatkan bahwa peristiwa itu bukan karena ada yang meninggal dunia. Saat terjadi gerhana memang pas bertepatan dengan kematian putera beliau yang bernama Ibrahim.

Al-Mughirah bin Syu’bah mengatakan,

كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ ، فَقَالَ النَّاسُ كَسَفَتِ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ

“Pernah terjadi gerhana di masa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- saat kematian Ibrahim. Orang-orang beranggapan bahwa gerhana matahari itu terjadi karena kematian Ibrahim.”
(HR. Bukhari, no. 1043)

Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata dalam khutbah beliau,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَكْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا مِنْ آيَاتِ اللَّهِ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِمَا عِبَادَهُ

Sesungguhnya ketika tertutup cahaya matahari dan bulan (gerhana) bukanlah sebab karena ada yang mati atau karena ada yang hidup, namun itu adalah tanda kuasa Allah untuk menakut-nakuti hamba-Nya dengan terjadi gerhana tersebut.” (HR. Muslim, no. 901)

Oleh karenanya, setiap pemahaman keliru di tengah masyarakat apalagi berkenaan dengan akidah perlu diingatkan. Seperti ada yang menyatakan wanita hamil saat terjadi gerhana hendaklah bersembunyi di bawah kolong tempat tidur, ini tidaklah ada dasarnya dalam agama kita.

Sumber :
https://rumaysho.com/13069-pesan-berharga-dari-shalat-gerhana-1.html
https://rumaysho.com/13077-pesan-berharga-dari-shalat-gerhana-2.html

==

Amalan Saat Terjadi Gerhana

Amalan yang bisa dilakukan oleh kaum muslimin ketika terjadi gerhana adalah :

Pertama: Perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)

Kedua: Keluar mengerjakan shalat gerhana secara berjama’ah di masjid.

Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini sebagaimana dalam hadits dari ’Aisyah :

Bahwasanya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengendari kendaraan di pagi hari lalu terjadilah gerhana. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melewati kamar istrinya (yang dekat dengan masjid), lalu beliau berdiri dan menunaikan shalat. (HR. Bukhari no. 1050).

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mendatangi tempat shalatnya (yaitu masjidnya) yang biasa dia shalat di situ. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1: 343)

Ibnu Hajar mengatakan, ”Yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah mengerjakan shalat gerhana di masjid. Seandainya tidak demikian, tentu shalat tersebut lebih tepat dilaksanakan di tanah lapang agar nanti lebih mudah melihat berakhirnya gerhana.” (Fathul Bari, 4: 10)

Apakah mengerjakan dengan jama’ah merupakan syarat shalat gerhana?

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, ”Shalat gerhana secara jama’ah bukanlah syarat. Jika seseorang berada di rumah, dia juga boleh melaksanakan shalat gerhana di rumah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,

فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا

“Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalatlah”. (HR. Bukhari no. 1043)

Dalam hadits ini, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam tidak mengatakan, ”(Jika kalian melihatnya), shalatlah kalian di masjid.” Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa shalat gerhana diperintahkan untuk dikerjakan walaupun seseorang melakukan shalat tersebut sendirian. Namun, tidak diragukan lagi bahwa menunaikan shalat tersebut secara berjama’ah tentu saja lebih utama (afdhol). Bahkan lebih utama jika shalat tersebut dilaksanakan di masjid karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengerjakan shalat tersebut di masjid dan mengajak para sahabat untuk melaksanakannya di masjid. Ingatlah, dengan banyaknya jama’ah akan lebih menambah kekhusu’an. Dan banyaknya jama’ah juga adalah sebab terijabahnya (terkabulnya) do’a.” (Syarhul Mumthi’, 2: 430)

Ketiga: Wanita juga boleh shalat gerhana bersama kaum pria

Dari Asma` binti Abi Bakr, beliau berkata,

أَتَيْتُ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – زَوْجَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – حِينَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ ، فَإِذَا النَّاسُ قِيَامٌ يُصَلُّونَ ، وَإِذَا هِىَ قَائِمَةٌ تُصَلِّى فَقُلْتُ مَا لِلنَّاسِ فَأَشَارَتْ بِيَدِهَا إِلَى السَّمَاءِ ، وَقَالَتْ سُبْحَانَ اللَّهِ . فَقُلْتُ آيَةٌ فَأَشَارَتْ أَىْ نَعَمْ

“Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha -isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika terjadi gerhana matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan shalat. Ketika Aisyah turut berdiri untuk melakukan sholat, saya bertanya: “Kenapa orang-orang ini?” Aisyah mengisyaratkan tangannya ke langit seraya berkata, “Subhanallah (Maha Suci Allah)”. Saya bertanya: “Tanda (gerhana)?” Aisyah lalu memberikan isyarat untuk mengatakan iya.” (HR. Bukhari no. 1053)

Bukhari membawakan hadits ini pada bab:

صَلاَةِ النِّسَاءِ مَعَ الرِّجَالِ فِى الْكُسُوفِ

“Shalat wanita bersama kaum pria ketika terjadi gerhana matahari.”

Ibnu Hajar mengatakan,

أَشَارَ بِهَذِهِ التَّرْجَمَة إِلَى رَدّ قَوْل مَنْ مَنَعَ ذَلِكَ وَقَالَ : يُصَلِّينَ فُرَادَى

“Judul bab ini adalah sebagai sanggahan untuk orang-orang yang melarang wanita tidak boleh shalat gerhana bersama kaum pria, mereka hanya diperbolehkan shalat sendiri.” (Fathul Bari, 4: 6)

Kesimpulannya, wanita boleh ikut serta melakukan shalat gerhana bersama kaum pria di masjid. Namun, jika ditakutkan keluarnya wanita tersebut akan membawa fitnah (menggoda kaum pria), maka sebaiknya mereka shalat sendiri di rumah. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1: 345)

Keempat: menyeru jama’ah dengan panggilan ’ash sholatu jaami’ah’ dan tidak ada adzan maupun iqomah.

Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan,

أنَّ الشَّمس خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَبَعَثَ مُنَادياً يُنَادِي: الصلاَةَ جَامِعَة، فَاجتَمَعُوا. وَتَقَدَّمَ فَكَبرَّ وَصلَّى أربَعَ رَكَعَاتٍ في ركعَتَين وَأربعَ سَجَدَاتٍ.

“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk memanggil jama’ah dengan: ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.” (HR. Muslim no. 901).

Dalam hadits ini tidak diperintahkan untuk mengumandangkan adzan dan iqomah. Jadi, adzan dan iqomah tidak ada dalam shalat gerhana.

Kelima: berkhutbah setelah shalat gerhana

Disunnahkah setelah shalat gerhana untuk berkhutbah, sebagaimana yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Ishaq, dan banyak sahabat (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1: 435). Hal ini berdasarkan hadits:

عَنْ عَائِشةَ رَضي الله عَنْهَا قَالَتْ: خَسَفَتِ الشمسُ عَلَى عَهدِ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم. فَقَامَ فَصَلَّى رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم بالنَّاس فَأطَالَ القِيَام، ثُمَّ رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكُوعَ، ثُمَّ قَامَ فَأطَالَ القيَامَ وَهو دُونَ القِيَام الأوَّلِ، ثم رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكوعَ وهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأوَّلِ، ثُم سَجَدَ فَأطَالَ السُّجُودَ، ثم فَعَلَ في الركعَةِ الأخْرَى مِثْل مَا فَعَل في الركْعَةِ الأولى، ثُمَّ انصرَفَ وَقَدْ انجَلتِ الشَّمْسُ، فَخَطبَ الناسَ فَحَمِدَ الله وأثنَى عَليهِ ثم قالَ:

” إن الشَّمس و القَمَر آيتانِ مِنْ آيَاتِ الله لاَ تنْخَسِفَانِ لِمَوتِ أحد. وَلاَ لِحَيَاتِهِ. فَإذَا رَأيتمْ ذلك فَادعُوا الله وَكبروا وَصَلُّوا وَتَصَدَّ قوا”.

ثم قال: ” يَا أمةَ مُحمَّد ” : والله مَا مِنْ أحَد أغَْيَرُ مِنَ الله سُبْحَانَهُ من أن يَزْنَي عَبْدُهُ أوْ تَزني أمَتُهُ. يَا أمةَ مُحَمد، وَالله لو تَعْلمُونَ مَا أعلم لضَحكْتُمْ قَليلاً وَلَبَكَيتم كثِيراً “.

Dari Aisyah, beliau menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya, beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.

Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.”

Nabi selanjutnya bersabda, “Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari, no. 1044)

Khutbah yang dilakukan adalah dua kali khutbah sebagaimana pada Khutbah Jumat dan Khutbah Ied. (Kifayatul Akhyar, hal. 202).

Sumberhttps://rumaysho.com/9038-amalan-saat-terjadi-gerhana.html

==

Tata Cara Pelaksanaan Shalat Khusuf atau Salat Gerhana Bulan

Hukum mendirikan Shalat Khusuf atau shalat gerhana adalah Sunnah Muakkadah (sunah yang sangat di anjurkan). Adapun tatacara Shalat Khusuf atau Salat Gerhana Bulan adalah sebagai berikut:

  1. Berniat di dalam hati
  2. Takbiratul ihram, yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa
  3. Membaca do’a iftitah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dilanjutkan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaharkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah: “Nabi Saw. menjaharkan (mengeraskan) bacaannya ketika shalat gerhana.”(HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)
  4. Kemudian ruku’ sambil memanjangkannya
  5. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan “Sami’allahu Liman Hamidah, Rabbana Wa Lakal Hamd”
  6. Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama
  7. Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya
  8. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal)
  9. Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali
  10. Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya
  11. Salam.

Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jamaah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdo’a, beristighfar, bersedekah.
ciri khas shalat gerhana baik Shalat Khusuf atau Salat Gerhana Bulan atau juga Shalat Kusuf atau Salat Gerhana Matahari adalah pengerjaan ruku 2 kali di setiap rakaatnya, sehingga juga membaca Al fatihah dan Ayat Al Qurannya juga 2 kali pada setiap rakaatnya.

Sumber : https://kemenag.go.id/read/gerhana-bulan-diprediksi-terjadi-8-november-kemenag-ajak-umat-salat-khusuf-l13lm

==

Gambar Tata Cara Pelaksanaan Shalat Khusuf atau Salat Gerhana Bulan

Sumber :https://suaramuhammadiyah.id/2020/06/20/tuntunan-tarjih-shalat-gerhana-di-masa-pandemi/


Tinggalkan komentar

Kategori